Kamis, 25 Desember 2008

artikel jabar

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beberapa waktu yang lalu meminta pengertian masyarakat untuk melakukan hemat energi sehubungan semakin tingginya harga minyak dunia yang mencapai 120 $ per barel dan semakin tingginya tingkat konsumsi BBM di Tanah Air.

Menurutnya, semakin tinggi harga minyak dunia, maka semakin tinggi beban negara melalui subsidi BBM. Beban subsidi yang semakin tinggi akan mengurangi kepentingan pembangunan bagi masyarakat karena tersedot untuk BBM.

Semakin tinggi subsidi, jelas akan mengurangi capaian pertumbuhan pembangunan yang saat ini diarahkan pada pengurangan kemiskinan.

Agar momentum pembangunan melalui APBN 2008 dapat terjaga, maka saat ini Pemerintah telah merencanakan menaikan harga BBM dengan kisaran antara 10 % hingga 30 %.

Pilihan menaikan harga BBM, pasti pilihan yang sangat sulit dan ongkos politiknya yang tinggin. Apalagi di Tahun 2009 akan ada pemilihan umum.

Kepala Bappenas Paskah Suzeta ketika usai mengikuti pembukaan Murenbang Tingkat Nasional di Jakarta beberapa waktu lalu menjelaskan, dengan adanya kenaikan harga BBM, maka akan terdapat pertambahan anggaran sebesar kurang lebih Rp 35 trilyun yang nantinaya akan diberikan langsung kepada rakyat miskin. Tidak ada sekecilm apapun untuk kepentingan lainnya, ujarnya.

Mencermati keadaan dan perkembangan seperti itu, maka kita harus semakin waspada, karena kenaikan harga BBM itu sangat pasti akan diikuti dengan kenaikan lainnya. Belum lagi akan terjadinya konflik sosial, demo dan pemutusan hubungan kerja (PHK). Semuanya itu diyakini akan membebani kehidupan rakyat.

Karena itulah, kita harus melakukan langkah-langkah radikal dalam melakukan penghematan penggunaan energi sehingga tidak banyak ongkos rupiah untuk membeli BBM.

Pertama, hindari penggunaan kendaraan bermotor sekedar hanya untuk kepentingan bersenang-senang atau yang tidak urgen. Kurangi penggunaan kendaraan dinas dan di hari-hari libur tidak boleh menggunakan kendaraan dinas. Jangan memberi fasilitas kendaraan dinas kepada isteri-isteri pejabat. Satu hari sekali, gunakan speda sebagai kendaraan ke kantor “bike to work” atau “bike to study”.

Kedua, hemat energi listrik dengan mematikan lampu yang penerangannya tidak penting. Hentikan penggunaan alat-alat elektronik yang beban dayanya tinggi. Matikan monitor komputer, manakala istirahat, atau akan meninggalkan ruangan dan atau kantor. Kita sering melihat, lampu-lampu di jalan-jalan protokol masih menyala walaupun hari sudah pagi dan sudah siang. Masyarakat bisa saling mengoreksi walaupun itu terhadap PLN.

Ketiga, infrastruktur jalan yang jelek, berlubang, banyak hambatan menjadi salah satu penyebab kemacetan lalulintas yang pada gilirannya menambah beban penggunaan bensin kendaraan. Oleh karena itu, pihak Pemerintah Pusat dan Daerah harus tanggap manakala terjadi kerusakan jalan-jalan. Harus cepat diperbaiki. Selama ini, seringkali dibiarkan berlarut-larut. Masyarakatpun diwajibkan berlaku sopan dan tertib dalam rangka kelancaran lalulintas. Begitupun polisi jalan raya, ia harus tetap sigap dan berada di lokasi manakala terjadi kemacetan, agar cepat terurai. Pelanggar lalulintas, tentu harus ditindak tegas sesuai peraturan.

Keempat, karena semuanya serba naik, maka penghematan dari segi penggunaan anggaran harus segera dilakukan. Membeli barang harus berfikir untuk apa, dan apa perlunya. Di Pemerintahan, “stop” perjalanan yang tidak bermanfaat bagi masyarakat. Stop perjalanan dinas keluar provinsi. Apalagi ke luar negeri.

Kelima, menjaga investor agar tidak hengkang dari Indonesia dengan cara menjaga kondusifitas keamanan. Bila perlu jangan berdemo. Karena para investor/pabrikan sangat tidak senang dengan demo, karena mengganggu produksi. Pungli diberantas. Karena merugikan pengusaha. Permasalahan perburuhan harus segera dituntaskan. Agar tidak berlarut-larut konflik dengan perusahaan.

Semua tindakan itu, perlu dilakukan dengan konsisten dan revolusioner sehingga perubahannya akan nyata. Karena selama ini, bangsa kita terbiasa dimanjakan dengan berbagai fasilitas dan ketersediaan energi. Padahal fasilitas itu dibiayai oleh negara melalui anggaran subsidi.

Sudah sekira lima tahun, negara kita menjadi “net importer” minyak. Artinya, produksi kita sudah tidak memadai dengan kebutuhan sehari-hari. Minyak mentah dijual dan hasil olahannya dibeli. Hemat energi sebagaimana pesan Presiden SBY harus kita respondengan tindak nyata oleh seluruh lapisan masyarakat. Demi anak cucu kita

Tidak ada komentar: